Setiap orangtua ingin mendidik anak-anaknya sebaik mungkin agar mereka tumbuh dengan baik, dalam artian pandai, sopan, menghormati orangtua dan orang lain, disuai banyak orang, taat terhadap perkataan orangtua. Siapa yang tidak mau punya anak seperti itu? Semuanya itu adalah impian orangtua. Kita membimbing anak berdasarkan hal tersebut.

Proses didik yang dijalani dengan landasan merupakan hal yang baik. Hanya saja akan lebih baik ketika kita juga tetap melihat dari sudut pandang anak. setiap anak juga memiliki keinginan, pemikiran, dan rasa. Terkadang apa yang menurut kita baik, belum tentu baik untuk anak. Contohnya orangtua yang mengeleskan anaknya setiap hari berpikir bahwa semakin banyak waktu belajar anaknya, maka ia akan semakin cepat pandai. Namun kenyataannya anak malah merasa jenuh, kewalahan dan jadi malas belajar. Ada pula yang tidak mengikutkan anaknya ke dalam program pelajaran tambahan yang diadakan sekolah dengan alasan kasihan karena terlalu lama di sekolah, nanti jenuh, dan kelelahan. Padahal sebenarnya anaknya tergolong anak yang senang belajar, justru kalau tidak ada kegiatan ia akan merasa bosan dan emosinya tidak stabil.

Jika begitu tindakan mana yang benar? Setiap anak tumbuh dengan ke khas-an masing-masing. Bahkan anak kembar sekalipun akan berbeda. kenali dinamika emosi, jenis kecerdasannya, tingkat perkembangan fisiknya, dan sekaligus hobi atau kesukaannya. Dengan mengetahui keempat kunci tersebut, kita bisa merancang kegiatan yang efektif dan sesuai dengan taraf kesanggupan anak. Seperti makanan, jika terlalu banyak bumbu rasanya berlebihan dan tidak nikmat dimakan. Jika bumbunya kurang pun tidak ada kepuasan dalam memakannya dan akan ditinggalkan.

Ketika kita melihat keempat unsur di atas anak akan merasa diperlakukan dengan adil, lebih diikutsertakan dalam proses perkembanganya, merasa dipahami oleh orangtua dan yang pasti lebih happy. Jika sudah demikian dapat dipastikan mereka akan berperilaku sesuai yang diharapkan, meraih prestasi sesuai dengan kemampuan terbaiknya.