Weakness atau kekurangaan diri sering kali ditutupi oleh semua orang agar tidak ketahuan oleh teman, rekan kerja apalagi pacar. Kekurangan diri tidak boleh diberikan kesempatan sedikitpun untuk menampakkan diri. Jika terlihat atau ketahuan oleh orang lain, salah satu respon kita adalah tersenyum malu, atau berata “maklum ini kekurangan saya”.
Sebenarnya kekurangan bukanlah momok yang menakutkan dan dilarang keras untuk memaklumkannya. Dengan memaklumkan kekurangan, berarti kita tidak berusaha melakuan apa- apa terhadapnya tapi juga tidak menerima keberadaannya. Hal itu bisa mengganggu kesejahteraan hidup, seperti dalam sekolah, kuliah, pergaulan dan pekerjaan. Jadi diapakan dong kekurangan kita Pendapat dari psikolog pendidikan, Irene Guntur patut diacungi jempol karena menyadarkan kita. kekurangan itu harus di atasi. Maksudnya setelah diatasi, hal itu tidak menjadi kekurangan lagi?
Kekurangan kita tidak akan berubah atau menghilang. Namun dengan melakukan sesuatu seperti antisipasi, kekurangan tidak akan mengganggu seperti sebelumnya. Katakan saja kita ini pelupa, lalu coba atasi dengan membuat catatan mengenai hal yang ingin kkita lakukan, membuat rencana kegiatan agar tidak terburu-buru melakukan sesuatu sehingga melupakan banyak hal. Pastikan catatan ada di 2 tempat, di HP dan di buku notes. Jika lupa membawa notes, masih ada HP. Dan coba lebih tenang dalam melakukan sesuatu.
Intinya adalah kita perlu strategi dalam menghadapi/hidup bersama kekurangan kita, bukan menutupinya. Serta perlunya kesadaran bahwa kekurangan kita bisa mendatangan kesulitan jika tidak diantisipasi, maka hal itu tidak lagi menakutkan. Misalnya kita tahu bahwa sifat introvert dan tidak suka bersosialisasi bisa menjadi hambatan saat bekerja atau kuliah di luar negeri. kalau disadari dari sekarang, kita bisa buat strategi mengenai cara-cara bersosialisasi yang dibutuhkan tapi sekaligus tidak mengganggu privasi kita.
Tidak ada orang yang sempurna dan kekurangan bukan lah hal yang memalukan, malah ketika bisa mengantisipasinya, kita patut berbangga hati.
Dinda Nocyandri.,M.Psi.Psikolog